TAHUN BARU MASEHI, UNTUK SIAPA???????
Sebentar lagi tahun 2011 akan pergi meninggalkan kita. Pergantian tahun masehi ini bakal banyak menyedot perhatian media dan masyarakat di segala penjuru dunia. Hiuk piuk kegembiraan tersebut seakan akan larut dengan bergesernya pukul 12 malam pada hari ke 31. Terompet, kembang api dan suara petasan akan menjadi saksi pergantian tahun masehi.
Sebagai muslim yang bijak, hendaklah kita melihat fenomena ini sebagai bentuk intropeksi diri. Di saat bersamaan, banyak di antara saudara kita larut dalam kelalaian malam tahun baru yang sarat dengan ritual berhalaisme. Tahukah anda ritual apa itu???
Terinspirasi dari goresan sejarah 14 abad yang lalu saat nabi SAW hendak mengumpulkan manusia untuk shalat berjama’ah di madinah. Sebagaimana yang diabadikan dalam hadits riwayat Abu Dawud no.498, di mana Nabi meminta saran kepada para shahabatnya untuk mengumpulkan manusia di kala waktu shalat telah tiba.
Ada yang mengusulkan pada beliau, “ pancangkan bendera ketika telah tiba waktu shalat, sehingga bila orang-orang melihatnya, mereka akan saling memanggil untuk menghadiri shalat.” Namun usulan tersebut tidak berkenan di hati Rasulullah SAW.
Ada yang mengusulkan terompet, namun Nabi juga tidak berkenan menerimanya, bahkan beliau mengatakan, “ itu perbuatan Yahudi.” Ada pula yang mengusulkan lonceng, beliau bersabda, “itu perbuatan Nasrani.”bahkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhori no.603 disebutkan ada yang mengusulkan untuk menyalakan api sebagai tanda ajakan shalat. Namun usulan tersebut ditolak oleh Nabi Saw karena ada unsur penyerupaan dengan orang-orang Majusi.
Inilah polemic yang menjadi sorotan di kalangan masyarakat kita. Di satu sisi, pergantian malam tahun baru identik dengan tiupan teropet dan pesta kembang api. Sementara di sisi lain, hal tersebut dipandang sebagai ritual yang menyerupai budaya orang-orang kafir.
Saat Nabi SAW menolak pengguna teropet dan lonceng untuk mengumpulkan manusia bila waktu shalat tiba, pada hakekatnya Nabi menolak kedua ikon yang berasal dari budaya kafir itu masuk di dalam syiar agama Islam.
Saat Nabi menolak pengguna teropet dan lonceng untuk mengumpulkan manusia bila waktu shalat tiba, pada hakekatnya Nabi menolak kedua ikon yang berasal dari budaya kafir itu masuk di dalam syiar agama Islam. Demikian pula halnya dengan penggunaan api sebagai tanda pemanggil manusia untuk shalat di masjid, Nabi tidak memperkenankannya . hal ini dikarenakan kaum Majusi telah menjadikan api (aneka bentuk lilin, api unggun dan kembang api ) sebagai simbol penyembahan terhadap tuhan-tuhan mereka.
Sungguh, di malam detik-detik perayaan tahun baru, semua budaya kafir itu seakan-akan nyata terlihat. Terompet dalam beragam bentuk dan suara ditiupkan secara bersamaan. Suara klakson mobil dan motor dibunyikan serentak seperti suara lonceng. Kembang api dan petasan dinyalakan hampir berbarengan. Untuk siapakah semua ini dipersembahkan ?? tentu bukan untuk tuhannya orang yahudi, nasrani ataupun majusi, namun orang-orang yang merayakan malam tahun baru ini telah melakukan apa yang disenangi oleh orang-orang kafir di saat menyembah berhala-berhala mereka.
Bila Nabi telah menjauhkan syi’ar agama Islam yang mulia ini dari unsur-unsur budaya kafir, tentu menjadi kewajiban kita sebagai Muslaim untuk setia menjaganya. Nabi telah melarang terompet, lonceng dan api dalam ritual ibadah, tentu dalam halam hal muamalah pun, kita diperintah untuk tidak menjadikannya sebagai syi’ar yang diagungkan. Misalnya meminimalisir penggunaan simbol-simbol tersebut dalam gambaran dipakaian, rumah, kantor, relief masjid maupun ringtone di handphone kita.
Biarlah malam tahun baru berlalu sebagaimana malam-malam lainnya telah berlalu. Tiada keberkahan di malam itu kecuali bagi mereka yang menghidupkan dzikrullah dan shalat malam demi mengharapkan ampunan Rabbnya. Jadilah insane yang senantiasa ingat akan kebesaran Tuhan bahwa dia tidak akan menyia-nyiakan hambaNya yang beriman.
Jadilah pula musafir di dunia ini yang hanya sementara singgah untuk melakukan perjalanan yang abadi di akherat kelak. Seperti yang terungkap dalam kitab Wadhoif :
وما هذه الدنيا بدار اقامة # وما هي الا كالطريق الى الوطن
“Dunia ini bukan merupakan tempat tinggal (yang abadi), melainkan untuk melakukan perjalanan menuju tempat tinggal yang abadi (akherat).”
Sebab musafir sejati akan selalu merasa asing di tempat singgahnya, hingga ia sampai di peraduan terakhirnya di surga.
“sesungguhnya Islam itu datang dalam keadaan asing dan ia akan kembali menjadi asing sebagaimana awal kedatangannya, maka berbahagialah orang-orang yang dianggap asing itu. Para sahabat Nabi bertanya, “ Siapakah orang-orang yang dianggapasing tersebut?” Nabi bersabda, “ Mereka adalah orang-orang yang melakukan perbaikan dikala kerusakan melanda manusia.”
[HR Thabrani dalam Mu’jam Al Kabir VI/164
Sebentar lagi tahun 2011 akan pergi meninggalkan kita. Pergantian tahun masehi ini bakal banyak menyedot perhatian media dan masyarakat di segala penjuru dunia. Hiuk piuk kegembiraan tersebut seakan akan larut dengan bergesernya pukul 12 malam pada hari ke 31. Terompet, kembang api dan suara petasan akan menjadi saksi pergantian tahun masehi.
Sebagai muslim yang bijak, hendaklah kita melihat fenomena ini sebagai bentuk intropeksi diri. Di saat bersamaan, banyak di antara saudara kita larut dalam kelalaian malam tahun baru yang sarat dengan ritual berhalaisme. Tahukah anda ritual apa itu???
Terinspirasi dari goresan sejarah 14 abad yang lalu saat nabi SAW hendak mengumpulkan manusia untuk shalat berjama’ah di madinah. Sebagaimana yang diabadikan dalam hadits riwayat Abu Dawud no.498, di mana Nabi meminta saran kepada para shahabatnya untuk mengumpulkan manusia di kala waktu shalat telah tiba.
Ada yang mengusulkan pada beliau, “ pancangkan bendera ketika telah tiba waktu shalat, sehingga bila orang-orang melihatnya, mereka akan saling memanggil untuk menghadiri shalat.” Namun usulan tersebut tidak berkenan di hati Rasulullah SAW.
Ada yang mengusulkan terompet, namun Nabi juga tidak berkenan menerimanya, bahkan beliau mengatakan, “ itu perbuatan Yahudi.” Ada pula yang mengusulkan lonceng, beliau bersabda, “itu perbuatan Nasrani.”bahkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhori no.603 disebutkan ada yang mengusulkan untuk menyalakan api sebagai tanda ajakan shalat. Namun usulan tersebut ditolak oleh Nabi Saw karena ada unsur penyerupaan dengan orang-orang Majusi.
Inilah polemic yang menjadi sorotan di kalangan masyarakat kita. Di satu sisi, pergantian malam tahun baru identik dengan tiupan teropet dan pesta kembang api. Sementara di sisi lain, hal tersebut dipandang sebagai ritual yang menyerupai budaya orang-orang kafir.
Saat Nabi SAW menolak pengguna teropet dan lonceng untuk mengumpulkan manusia bila waktu shalat tiba, pada hakekatnya Nabi menolak kedua ikon yang berasal dari budaya kafir itu masuk di dalam syiar agama Islam.
Saat Nabi menolak pengguna teropet dan lonceng untuk mengumpulkan manusia bila waktu shalat tiba, pada hakekatnya Nabi menolak kedua ikon yang berasal dari budaya kafir itu masuk di dalam syiar agama Islam. Demikian pula halnya dengan penggunaan api sebagai tanda pemanggil manusia untuk shalat di masjid, Nabi tidak memperkenankannya . hal ini dikarenakan kaum Majusi telah menjadikan api (aneka bentuk lilin, api unggun dan kembang api ) sebagai simbol penyembahan terhadap tuhan-tuhan mereka.
Sungguh, di malam detik-detik perayaan tahun baru, semua budaya kafir itu seakan-akan nyata terlihat. Terompet dalam beragam bentuk dan suara ditiupkan secara bersamaan. Suara klakson mobil dan motor dibunyikan serentak seperti suara lonceng. Kembang api dan petasan dinyalakan hampir berbarengan. Untuk siapakah semua ini dipersembahkan ?? tentu bukan untuk tuhannya orang yahudi, nasrani ataupun majusi, namun orang-orang yang merayakan malam tahun baru ini telah melakukan apa yang disenangi oleh orang-orang kafir di saat menyembah berhala-berhala mereka.
Bila Nabi telah menjauhkan syi’ar agama Islam yang mulia ini dari unsur-unsur budaya kafir, tentu menjadi kewajiban kita sebagai Muslaim untuk setia menjaganya. Nabi telah melarang terompet, lonceng dan api dalam ritual ibadah, tentu dalam halam hal muamalah pun, kita diperintah untuk tidak menjadikannya sebagai syi’ar yang diagungkan. Misalnya meminimalisir penggunaan simbol-simbol tersebut dalam gambaran dipakaian, rumah, kantor, relief masjid maupun ringtone di handphone kita.
Biarlah malam tahun baru berlalu sebagaimana malam-malam lainnya telah berlalu. Tiada keberkahan di malam itu kecuali bagi mereka yang menghidupkan dzikrullah dan shalat malam demi mengharapkan ampunan Rabbnya. Jadilah insane yang senantiasa ingat akan kebesaran Tuhan bahwa dia tidak akan menyia-nyiakan hambaNya yang beriman.
Jadilah pula musafir di dunia ini yang hanya sementara singgah untuk melakukan perjalanan yang abadi di akherat kelak. Seperti yang terungkap dalam kitab Wadhoif :
وما هذه الدنيا بدار اقامة # وما هي الا كالطريق الى الوطن
“Dunia ini bukan merupakan tempat tinggal (yang abadi), melainkan untuk melakukan perjalanan menuju tempat tinggal yang abadi (akherat).”
Sebab musafir sejati akan selalu merasa asing di tempat singgahnya, hingga ia sampai di peraduan terakhirnya di surga.
“sesungguhnya Islam itu datang dalam keadaan asing dan ia akan kembali menjadi asing sebagaimana awal kedatangannya, maka berbahagialah orang-orang yang dianggap asing itu. Para sahabat Nabi bertanya, “ Siapakah orang-orang yang dianggapasing tersebut?” Nabi bersabda, “ Mereka adalah orang-orang yang melakukan perbaikan dikala kerusakan melanda manusia.”
[HR Thabrani dalam Mu’jam Al Kabir VI/164
setuju ;))